Oleh : Sibet S.Pd
Prodi : Pendidikan IPS / Konsentrasi Pendidikan Geografi
Pascasarjana Universitas Negeri Padang
Sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata
socius dan logos, di mana socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti
kata atau berbicara.Sosiologi merupakan ilmu tentang masyarakat, atau ilmu yang
mempelajari kehidupan masyarakat dan suatu kelompok. Sosiologi juga merupakan
dasar dari ilmu pengetahuan yang membimbing seseorang untuk berlaku adil dan
mengetahui hukum dengan sebaik-baiknya. Untuk lebih mendalami definisi
sosiologi, berikut dibahas batasan, definisi, dan penyebab perbedaan definisi
sosiologi dikalangan para ahli, seperti; Emile Durkheim, Max Weber dan Peter L.
Berger.
Emile Durkheim berpendapat bahwa sosiologi
merupakan ilmu yang mempelajari fakta sosial. Fakta sosial merupakan cara-cara
bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar individu, dan
mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Untuk memahami konsep fakta
sosial ini, Durkheim menyajikan contoh misalnya pendidikan anak. Sejak bayi
anak diwajibkan untuk makan, minum, tidur pada waktu-waktu tertentu; diwajibkan
taat, dan menjaga kebersihan serta ketenangan; diharuskan tenggang rasa
terhadap orang lain, menghormati adat dan
kebiasaan.
Contoh-contoh di atas merupakan unsur-unsur yang dikemukakan dalam definisi Durkheim tersebut : ada cara bertindak, berpikir, berperasaan yang bersumber pada kekuatan di luar individu, bersifat memaksa dan mengendalikan individu, dan berada di luar kehendak pribadi individu. Contoh lain dari konsep fakta sosial yang diambil dari buku Durkheim : The Division of Labor in Society (1968) dan Suicide (1968). Durkheim mengemukakan bahwa pembagian kerja dalam masyarakat (mungkin di saat sekarang orang cenderung menggunakan istilah lain), seperti spesialisasi. Spesialisasi dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti bidang ekonomi, pendidikan, politik, hukum, ilmu pengetahuan, kesenian, administrasi merupakan cara bertindak yang dianut secara umum, berada di luar kehendak pribadi, individu.
Kemudian contoh dari buku Suicide-nya : menurut Durkheim laju bunuh diri dalam tiap masyarakat dari tahun ke tahun cenderung relatif konstan-menurut Durkheim ini merupakan fakta sosial. Dalam penelitian Durkheim ditemukan bahwa laju bunuh diri disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di luar individu.
Bagi Weber sosiologi ialah ilmu yang mempelajari
tindakan sosial (social action). Menurut Weber tidak semua tindakan manusia
disebut sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya disebut sebagai tindakan
sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku
orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain. Misalnya menyanyi di
kamar mandi untuk menghibur diri sendiri tidak dapat dianggap sebagai tindakan
sosial; tetapi menyanyi di depan umum dengan maksud untuk menghibur orang lain
merupakan tindakan sosial.
Menurut Weber suatu tindakan sosial ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Dari contoh di atas nampak bahwa tindakan yang sama : menyanyi - dapat mempunyai makna berlainan bagi pelakunya. Menurut Weber sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial mempunyai tujuan dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Maka apabila ahli sosiologi ingin memahami makna subyektif suatu tindakan sosial ia harus dapat membayangkan dirinya di tempaat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya. Suatu contoh hanya dengan menempatkan diri di tempat seorang pelacur, misalnya seorang ahli sosiologi dapat memahami makna subyektif tindakan sosial mereka.
Pembahasan
1. Batasan
Sosiologi dari Emile Durkheim, Max Weber, dan Peter L. Berger
Emile
Durkheim dalam bukunya Rules of
Sociological Method (1965), mengidentifikasi sosiologi sebagai suatu ilmu
yang mempelajari apa yang dinamakan fakta sosial, yang berisikan cara
bertindak, berpikir dan berperasaan yang berada di luar individu yang mempunyai
kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Lebih lanjut Durkheim menjelaskan
bahwa fakta sosial merupakan setiap cara bertindak, yang telah baku ataupun
tidak, yang dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu. Fakta sosial
dapat dicontohkan seperti; hukum, moral, kepercayaan, adat-istiadat, tata cara
berpakaian, dan kaidah ekonomi. Fakta sosial seperti inilah yang menurut
Durkheim menjadi pokok perhatian dari sosiologi. Lebih jelasnya mengenai konsep
fakta sosial tersebut, Durkheim menyajikan sejumlah contoh, salah satu
diantaranya adalah pendidikan anak; sejak bayi seorang anak diwajibkan makan,
minum, tidur pada waktu tertentu; diwajibkan taat, dan menjaga kebersihan serta
ketenangan, dan lain sebagainya.
Max
Weber dalam kajiannya mengenai konsep
dasar sosiologi menjelaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami
tindakan sosial. Hal ini dikarenakan tidak semua tindakan manusia dapat
dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut sebagai
tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
perilaku orang lain. Lebih jelas pendapat Weber ini dapat dicontohkan dengan
menulis puisi untuk menghibur diri sendiri tidak dapat dianggap sebagai
tindakan sosial, tetapi ketika puisi tersebut diberikan kepada seorang kekasih
maka hal tersebut baru bisa dikatakan sebagai tindakan sosial.
Suatu
tindakan menurut Weber adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif
bagi pelakunya. Oleh karena sosiologi bertujuan memahami mengapa tindakan
sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai
makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan
penafsiran bermakna, harus dapat membayangkan dirinya di tempat pelaku untuk
dapat menghayati pengalamannya. Hanya dengan menempatkan diri di pemukiman
kumuh atau di kawanan pencopetlah seorang ahli sosiologi dapat memahami makna
subjektif tindakan sosial mereka, memahami mengapa tindakan sosial tersebut
dilakukan serta dampak dari tindakan tersebut.
Peter
L. Berger mengungkapkan bahwa pemikiran
sosiologis berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang
selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar,
dan nyata. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami
krisis, maka mulailah orang melakukan renungan sosiologis. Lebih lanjut Berger
mengajukan berbagai citra yang melekat pada ahli sosiologi, seperti; sebagai
seseorang yang suka bekerja dengan orang lain, menolong orang lain, melakukan
sesuatu untuk orang lain, atau seorang teorikus dibidang pekerja sosial,
sebagai seseorang yang melakukan reformasi sosial, dan lain sebagainya. Berger
mengemukakan bahwa berbagai citra yang dianut oleh orang tersebut tidak tepat,
keliru dan bahkan menyesatkan. Menurut Berger, seorang ahli sosiologi bertujuan
memahami masyarakat, Tujuannya bersifat teoritis, yaitu hanya memahami
semata-mata. Lebih lanjut Berger mengatakan bahwa daya tarik sosiologi terletak
pada kenyataan bahwa sudut pandang sosiologis memungkinkan kita untuk
memperoleh gambaran lain mengenai dunia yang telah kita tempati sepanjang hidup
kita.
Konsep
lain yang disoroti Berger adalah konsep ‘masalah sosiologis’. Menurut Berger
suatu masalah sosiologi tidak sama dengan suatu masalah sosial. Masalah
sosiologi menurut Berger menyangkut pemahaman terhadap interaksi sosial.
2. Perbedaan
Ketiga Definisi
Emile Durkheim menegaskan
sosiologi sebagai fakta sosial yang bisa saja bersifat memaksa, karena berasal
dari luar individu. Salah satu contohnya adalah hukum.
Max Weber mengidentifikasi
sosiologi sebagai tindakan sosial, yaitu tindakan yang dilakukan dengan
mempertimbangkan perilaku orang lain, dan yang mempunyai makna subjektif bagi
pelakunya.
Sedangkan Peter L. Berger berpendapat
bahwa sosiologi merupakan pemahaman terhadap interaksi sosial. Daya tarik
sosiologi terletak pada kenyataan bahwa sudut pandang sosiologi yang bersifat
objektif, sehingga memungkinkan individu untuk memperoleh gambaran lain
mengenai kehidupan (dunia) yang dijalaninya. Lebih jelasnya Berger menekankan
bahwa tidak semua masalah sosial bisa dikatakan sebagai masalah sosiologi.
3.
Sebab
Terjadinya Perbedaan Definisi Sosilogi dari Beberapa Ahli
Beberapa
sebab kenapa terjadinya perbedaan definisi sosiologi dari para ahli tersebut,
diantaranya:
- Ketiga ahli sosiologi ini hidup dalam negara dan lingkungan sosial yang berbeda satu sama lainnya, hal ini tentunya sangat mempengaruhi perspektif yang mereka gunakan dalam merumuskan kaidah sosiologi.
- Para ahli tersebut menggunakan sudut pandang yang berbeda dalam merumuskan konsep dan makna sosiologi, hal ini dapat terlihat dari contoh kasus yang mereka gunakan.
- Ketiga tokoh sosiologi ini juga hidup pada zaman yang berbeda, Emile Durkheim dan Max Weber termasuk ahli yang menjadi perintis sosiologi, sedangkan Peter L. Berger dikategorikan sebagai ahli sosiologi masa kini. Walaupun sebenarnya pemikiran Berger banyak merujuk pada analisis Weber. Misalnya dalam Invitation to Sociology (1963) dan juga Sociology Reintepreted (1981), Berger menekankan bahwa sosiologi perlu kembali ke semangat Weberianisme, salah satu manifestasi dari hal tersebut adalah dalam melakukan analisa sosial perlu menggunakan metode verstehen (pemahaman). Konsep verstehen yang dipakai oleh Berger ini merupakan konsep yang sebelumnya telah didengungkan oleh Max Weber.
Konklusi
Agaknya
antara pemikiran sosiologis yang terdiri atas sejumlah tokoh klasik atau
perintis awal yang diantaranya termasuk Emile Durkheim dan Max Weber dengan
para sosiologis masa kini, terdapat suatu kesinambungan (suatu benang merah).
Karena pada dasarnya sebagian besar konsep dan teori sosiologi masa kini
berakar dari sumbangan pikiran para tokoh klasik masa lalu.
James M. Henslin. 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga.
Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi (edisi revisi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
R.M.Z. Lawang. 1985. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar