Oleh : Sibet S.Pd
Prodi : Pendidikan IPS / Konsentrasi Pendidikan Geografi
Pascasarjana Universitas Negeri Padang
Johann
Heinrich von Thunen ( 1826 ) telah mengembangkan hubungan antara perbedaan
lokasi pada tata ruang ( spatial cation ) dan pola penggunaan lahan. Johann
Heinrich von Thunen menguraikan teori sewa lahan diferensial dalam bukunya yang
berjudul Der Isoleitere Staat, in Beziehung auf Landwirtschaft und
Nationalokonomie ( Berlin: Schumacher-Zarchin, 1975)
Inti von Thunen adalah mengenai lokasi dan spesialisasi pertanian. berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan, yaitu:
Inti von Thunen adalah mengenai lokasi dan spesialisasi pertanian. berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan, yaitu:
- wilayah model yagn terisolasikan ( isolated state ) adalah bebas dari pengaruh pasar-pasar kota-kota lain.
- wilayah model membentuk tipe permukiman perkampungan di mana kebanyakan keluarga petani hidup pada tempat-tempat yang terpusat dan bukan tersebar di seluruh wilayah.
- wilayah model memilki iklim, tanah, topografi yang seragam atau unifrom ( produktifitas tanah secara fisik adalah sama ).
- wilayah model memiliki fasilitas transportasi tradisional yang relatif seragam
- faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah konstan, maka dapat dianalisis bahwa sewa lahan merupakan hasil persaingan antara jenis penggunaan lahan.
Von Thunen (1826) hanya menambah kekurangan teori sewa tanah David
Ricardo yaitu mengenai jarak tanah dari pasar. Hal ini setelah dikaji ternyata
beda karena semakin jauh dari pasar semakin mahal biaya transportasinya.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi sewa
tanah:
a)
Kualitas tanah yang disebabkan oleh kesuburan tanah, pengairan, adanya
fasilitas listrik, jalan dan sarana lainnya;
b)
Letaknya strategis untuk perusahaan/industri; dan
c)
Banyaknya permintaan tanah yang ditujukan untuk pabrik, bangunan rumah,
perkebunan.
Von
Thunen juga mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi
dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar
perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut
Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin
rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa
lahan dengan jarak ke pasar dengan
menggunakan kurva permintaan.
Berdasarkan
perbandingan (selisih) antara harga jual
dengan biaya produksi, masing-masing jenis
produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk
membayar sewa lahan. Makin tinggi
kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar
kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke
pusat pasar.
Dalam model
tersebut, Von Thunen membuat asumsi sebagai berikut : Wilayah analisis bersifat terisolir sehingga tidak terdapat pengaruh pasar dari
kota lain;
- Tipe permukiman adalah padat di pusat wilayah dan semakin kurang padat apabila menjauh dari pusat wilayah;
- Seluruh wilayah model memiliki iklim, tanah dan topografi yang seragam;
- Fasilitas pengengkutan adalah primitive (sesuai dengan zaman-nya) dan relative seragam. Ongkos ditentukan oleh berat barang yang dibawa; dan
- Kecuapi perbedaan jarak ke pasar semua factor alamiah yang mempengaruhi penggunaan tanah adalah seragam dan konstan.
Dalam menjelaskan teorinya ini,
von Thunen menggunakan tanah pertanian sebagai contoh kasusnya. Dia
menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari
tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada
di suatu daerah. Model von Thunen mengenai tanah pertanian ini, dibuat sebelum
era industrialisasi, yang memiliki asumsi dasar sebagai berikut : Kota terletak di tengah
antara "daerah terisolasi" (isolated state). Isolated State
dikelilingi oleh hutan belantara. Tanahnya datar. Tidak terdapat sungai dan
pegunungan. Kualitas tanah dan iklim tetap. Petani di daerah yang terisolasi
ini membawa barangnya ke pasar lewat darat dengan menggunakan gerobak, langsung
menuju ke pusat kota.
Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, menampilkan "isolated area" yang terdiri dari dataran yang "teratur", kedua adalah, kondisi yang "telah dimodifikasi" (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota).Membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar. Tentu saja hubungan di atas sangat sulit diterapkan pada keadaan yang sebenarnya. Tetapi bagaimanapun kita mengakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah pertanian regional.
Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota
Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, menampilkan "isolated area" yang terdiri dari dataran yang "teratur", kedua adalah, kondisi yang "telah dimodifikasi" (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota).Membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar. Tentu saja hubungan di atas sangat sulit diterapkan pada keadaan yang sebenarnya. Tetapi bagaimanapun kita mengakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah pertanian regional.
Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota
SOAL
15 ha lahan yang ditanami jagung dengan produksi
panen 490 kg/ha. Pada musim hujan produksi panen turun
menjadi 250 kg/ha. Harga jagung/ton/ha adalah Rp. 3.500,000,-. Pemilik lahan mengeluarkan upah
mengolah lahan, menanam, sampai memanen sebanyak 1.250.000/ton/ha. Jagung akan
dipasarkan ke kota A dengan jarak tempuh 35 km dan waktu tempuh 0,5 jam. Upah yang
harus dikeluarkan untuk itu sebesar Rp. 150.000/ton. Pemerintah bertekat, untuk 15 tahun yang akan datang akan menaikan
harga jagung menjadi Rp. 5.000.000/ton.
n
1. Berapa nilai sewa lahan (land rent) yang
akan dikeluarkan petani
tersebut
n
2. Berapa
nilai manfaat atau keuntungan atau penerimaan yang diterima dari petani
tersebut.
JAWAB
Dimana
(untukkasus land rent produksipadisawah):
LR = land rent
Y = output per unit lahan (kg/ha)
m = harga/ satuanoutput (Rp/kg)
c = biayaproduksi per satuan output
(Rp/kg)
t = biayatransportasi per satuan
output (Rp/kg/km)
d =
jarak antara lokasi produksi dengan pusat pasar (km)
B =
Benefit/penerimaan
C =
Cost/biaya
t =
time/waktu
r =
menunjukkan perbedaan nilai saat ini dan saat yang akan datang (discount rate)
1.
NILAI SEWA LAHAN
Diketahui:
Y = 490
+ 250 kg/ha = 740 kg/ha
m =
3.500.000 /ton/ha = 3.500 /kg/ha
c =
1.250.000 /ton/ha = 1.250 /kg/ha
t = 150.000 /ton = 150 /kg
d = 35 km
LR = 740 kg (Rp 3.500 – Rp 1.250) – 740 kg x
150/35km x 35 km
= 740 kg x 2.250 – 740 kg x Rp150
= Rp 1.665.000 – Rp 111.000
= Rp 1.554.000 /ha x
15 = Rp 23.310.000
2. Nilai
manfaat atau keuntungan
Diketahui
:
B = 15 ha x 740 kg/ha x Rp
3.500 = Rp 38.850.000
C = 23.310.00
+ ( Rp 1.250 x 15 )+ (150 x 740 kg) =
23.310.00 + 18.750 + 111.000 = 23.439.750
t = 0,5 jam
r = Rp 5.000.000 /ton – 3.500.000
/ton/ha = Rp. 1.500.000 /ton/ha = 1.500 kg/ha
= Rp 397.786,53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar