RESUME SOSIOLOGI
Tentang
KARL MARX BAGIAN 2
Dosen Pembina : Prof. Dr Damsar, M.A
Dra. Hj. Fitri Eriyanti, M.Pd, Ph.d
Oleh
KELOMPOK 12
USTRI ANALIDA
SIBET
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
KOSENTRASI PENDIDIKAN GEOGRAFI
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
Cara Berrfikir, Bertindak dan Berperilaku Manusia Bisa Berubah
Sifat dasar
manusia bukan merupakan sesuatu yang statis, akan tetapi berbeda-beda
sesuai dengan latar belakang historis dan sosial. Untuk memahami sifat dasar
manusia, kita harus memahami sejarah sosial, karena dia dibentuk oleh
kontradiksi-kontrsdiksi dialektis yang sama yang diyakini bentuk sejarah
masyarakat ( George Ritzer: 51 )
Sebagian
besar asumsi dasar Marx adalah keberadaan menentukan kesadaran yaitu
kondisi-kondisi kehidupan material menentukan tipe kesadaran normatif atau
kesadaran sosiologi seseorang. Dalam hal ini, materi menentukan ideologi,
dengan perubahan sifat-sifat materi
(kontradiksi ekonomi dan materi), dan berakibat pada perubahan sosial
berubah dalam hal norma-norma atau kesadaran sosial (kinloch, hal 107).
Dalam
Johnson 129 , menurut Marx, manusia tidak hanya sekedar organisme materil,
sebaliknya manusia memiliki kesadaran sendiri. Artinya mereka memiliki sesuatu
kesadarn subyektif tentang dirinya sendiri dan situasi-situasi materilnya.
Ide-ide
tentang sifat dasar manusia seperti ketamakan, kecenderungan pada kekerasan,
perbedaan gender sering digunakan untuk menentang perubahan sosial apapun.
Konsepsi-konsepsi sifat dasar manusia itu konservatif. Jika problem-problem
kita diebabkan oleh sifat dasar kita , maka lebih baik belajar untuk mebiasakan
diri untuk mencoba mengubah segala sesuatu. Beberapa konsepsi tentang sifat
dasar menusia mendikte bagaimana masyarakat bisa disokong dan diubah, akan
tetapi yang paling penting bagi teori Marx adalah anjuran bagaimana masyrakat
harus diubah.
Perubahan
sejarah mencakup perkembangan teknologi baru, penemuan sumber-sumber baru, atau
perkembangan baru lain apapun dalam bidang kegiatan produktif.
Perubahan-perubahan seperti ini dapat muncul dari usaha-usaha meningkatkan
strategi-strategi yang ada dalam menghadapi lingkungan materil, untuk memenuhi
kebutuhan yang adasecara efisien, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang
akan muncul. Karena hal tersebut cara berfikir, bertindak dan berperilaku
manusia berubah sehingga pada masa
kapitalisme tersebut masyarakat bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya dan
bersifat matrealisme atau segala sesuatu diukur dengan materi.
Pada
masa kapitalisme kelas buruh bekerja dengan upah yang tidak sebanding, sehingga
untuk mendapatkan materi yang berlebih harus bekerja melebihi waktu yang
seharusnya. Masyarakat berfikir bahwa segala sesuatu yang berubah dipengaruhi
oleh materi sehingga massyarakat bersifat komsumtif dan menganggap materi itu
tolak ukur sehingga berusaha mencari
materi sebanyak-banyaknya.
Pengelompokan Manusia dan
Hubungan Antar Kelas
Karl Marx sangat sering sekali
menggunakan istilah kelas didalam karya-karya yang telah dia
lahirkan, namun Marx sering juga tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan
istilah kelas ini.Sebenenarnya
kelas bagi Marx selalu didefinisikan sesuai dengan potensinya itu sendiri
terhadap konflik. Kemudian
para individu-individu ini membentuk sebuah kelas selama para individu ini
berada didalam suatu konflik biasa dengan individu-individu yang lainnya
terhadap nilai surplus (
George Ritzer: 65 )
Kelas telah didefinisikan sebagai
salah satu faktor penyebab terjadinya konflik ,maka konsep ini memiliki
perbedaaan-perbedaan baik ditelaah secara teoritis maupun secara historis.Marx
juga berpendapat bahwa sebuah kelas akan memliki eksistensi hanya ketika
seseorang sedang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan kelas-kelas yang
lainnya,dan disaat mereka menyadari akan terjadinya konflik,maka mereka akan
menjadi suatu kelas yang sebenarnya,yaitu suatu kelas untuk dirinya.
Marx pun menemukan ada dua macam kelas ketika marx sedang menganalisis kapitalisme
yaitu sebgai berikut :
1. Kelas Borjuis,
merupakan nama yang dibuat khusus untuk para kapitalis dalam ekonomi modern. Mereka telah memiliki
alat-alat produksi dan juga mempekerjakan pekerja upahan.
2. Kelas Proletar, untuk kelas proletar sendiri
sebenarnya berbanding terbalik dengan pengertian kelas Borjuis.Dimana, sebuah
individu-individu yang sangat dibutuhkan didalam masyarakat seperti buruh yang
cekatan,kemudin bisnis-bisnis kecil yang telah dibangun akan tergerus oleh
sebuah mekanisme yang lambat laun semakin mudah. Mekanisme inilah yang menjadi
faktor perubahan karena kapitalis telah mengganti para pekerja dengan
mesin-mesin yang telah dijalankan.Dan semua orang yang digantikan inilah akan
terpaksa turun dari jabatannya menjadi
proletariat.
Tidak
satu pun dari kontradiksi-kontradiksi ini yang bisa diselesaikan kecuali dengan
mengubah strukur kapitalis. Marx juga mengakui bahwa konflik kelas sering
disebabkan oleh bentuk-bentuk lain dari stratifikasi,seperti etnis, ras,
gender, dan juga agama.Bagaimana pun dia tidak menerima hal ini sebagai bagian
yang utama.
Marx membedakan manusia atas kelas-kelas (stratifikasi sosial) yaitu atas
dasar posisi masing-masing kelas terhadap sarana-sarana produksi yang dimilikinya dan dilihat dari
usaha yang berbeda dalam mendapatkan sumber
– sumber daya yang langka.
Jika suatu kelompok manusia mampu menguasai sumber – sumber produksi dan
alat produksi yang cukup banyak maka kelompok ini dapat disebut kelas pemilik
modal. Sedangkan jika ia memiliki tanah yang cukup luas dan mempekerjakan
banyak orang untuk menggarap dan mengolah tanah tersebut maka orang ini disebut
sebagai kelas pemilik tanah dan jika sekumpulan orang yang hidup hanya dengan
mengandalkan tenaga kerjanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bekerja
sepanjang hari pada kelas pemilik modal dan pemilik tanah maka inilah kelas
yang paling rendah disebut dengan kelas pekerja (buruh).
Sistem Stratifikasi tergantung pada hubungan kelompok-kelompok manusia
terhadap sarana-sarana produksi. Diantaranya ada yang disebut dengan Kelas
modern, Yaitu mereka yang disebut pemilik tenaga kerja pemilik modal dan tuan-tuan tanah yang
sumber keuangannya tergantung pada penerimaan upah, laba dan sewa tanah, dan
berikutnya ada kelas rendah yang terdiri dari para pekerja atau kaum buruh dalam perusahaan milik
kelas modern (Johnson, 147)
Pembgian kerja dengan tugas tertentu dalam proses produksi mengakibatkan
pembagian produk yang tidak sama maka timbulah yang namanya hak milik. Hak
milik disini bukanlah hak milik pribadi berupa barang-barang konsumsi,
melainkan milik pribadi berupa sarana-sarana produksi seperti alat, uang
(modal). Dengan modal inilah orang dapat menyuruh orang lain bekerja untuk
dirinya dan pemilik modal dapat menguasai tenaga kerja orang-orang lain.
Hubungan antar kelas terjadi sangat tidak seimbang dan timpang. Hal ini
disebabkan karena yang hanya diuntungkan atas terjadinya hubungan antara kedua
kelas ini yaitu kaum pemilik modal dan pemilik tanah (lahan) sedangkan kelas
pekerja hanya dibutuhkan untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya
bagi kelas pemilik modal tersebut. Pekerja hanya dipakai sebagai objek yang
untuk diperas tenaganya dan di manfaatkan keberadaanya untuk memenuhi keinginan
dari pemilik modal. Sedangkan untuk kebutuhan
hidup dan upah yang diberikan sangat rendah sementara kelas ini bekerja
seharian tanpa diberi jaminan kesejahteraan, jaminan kesehatan, jaminan hari
tua dan jasa atas produksinya. Hal ini dapat dijadikan oleh pemilik modal
sebagai ajang untuk memperdaya dan akhirnya membuat kelas buruh menjadi
tertindas dan teralienasi.
Hubungan antar kelas tidaklah untuk saling melengkapi satu sama lain dan
tidak dalam bentuk hubungan yang harmonis melainkan hubungan dengan sesutau
ketidaksesuaian dalam ketidak samaan sosial sehingga terbentuklah hubungan
eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik modal terhadap kelas pekerja (buruh)
Hubungan produksi tidak hanya berarti teknologi tetapi juga hubungan sosial
yang dimasuki manusia apabia ia turut serta dalam kehidupan ekonomi,
pabrik-pabrik modern dengan menggunakan mesin adalah
suatu hubungn produksisosial, orang memasuki hubungan sosial.
Dengan adanya pembagian kelas maka munculah hubungan produksi yang timpang
, dimana kelas borjuis menikmati surplus produksi lebih besar dibanding kelas
proletar. Kelas borjuis dapat hidup lebih lama tanpa kelas proletar sebaliknya
kelas proletar tidak dapa hidup tanpa kelas borjuis
Tiap
kelas dalam masyarakat memiliki ciri khas tertentu yang dapat menimbulkan
konflik antar
kelas karena masyarakat secara sistematis menghasilkan
perbedaan pendapat antara orang-orang atau golongan yang berbeda tempat /
posisi dalam suatu struktur sosial dan dalam hubungannya dengan sarana-sarana produksi.
Posisi dalam masyarakat seperti ini akan selalu mendorong mereka untuk
melakukan tindakan yang bertujuan utnuk memperbaiki nasib mereka.
Pandangan Marx Tentang Agama
Pandangan
agama menurut karl Marx adalah, agama juga sebagai ideologi, karena Karl Marx
agama merujuk sebagai candu masyarakat,
“kesukaran
agama-agama pada saat yang bersamaan merupakan sebuah kesukaran yang sebenarnya.Agama juga sebagai nafas lega
bagi mahluk yang tertindas didunia,ketika
didunia hatinya sering merasa bergejolak karena keadilan yang tidak ada,membuat
agama sebagai candu didalam masyarakat” (Marx, 1843/1970)
Seperti halnya ideologi, agama
juga sebagai perefleksian suatu kebenaran,namun semua berbanding
terbalik,karena orang-orang tidak bisa menerima akan hal ketertindasan
kapitalis,oleh karena itu mereka diberikan suatu bentuk agama.Sebenarnya Karl
Marx tidak menentang akan agama,namun marx menolak suatu sistem atau tata cara
yang mengandung ilusi-ilusi agama (George Ritzer, 74)
Sebuah bentuk keagamaan
seperti ini sangatlah mudah dikacaukan dan mungkin juga kita bisa sebagai
peletak dasar sebuah perubahan revolusioner. Sering kali kita melihat bahwa agama
selalu berada diposisi yang paling depan untuk melawan para kapitalis. Tetapi
Marx tetap menganggap bahwa agama sebagai ideologi kedua dengan menggambarkan
kapitalisme sebuah ujian dan mendorong akan terjadinya perubahan revolusioner
keakhirat.Sebenarnya isi hati dari para kaum yang tertindas akan mendorong
terjadinya penindasaan yang selanjutnya. Karena tidak mungkin kaum kapitalis
akan membentuk sebuah keadilan bagi kaum yang tertindas.
Marx melihat agama sebagai candu karena dengan agama setiap manusia menjadi
ketergantungan untuk mengingat dan menyembah tuhannya yang disebabkan karena
setiap manusia ada permasalahan, kekcauan,ketidakberdayaan dan keadaan yang tertindas
maka manusia tersebut akan lari kepada tuhannya.
Marx menganggap agama hanya sebagai pelarian belaka bagi umatnya khususnya
bagi kaum buruh (kelas proletar) dari penderitaan,tekanan keadaan ekonomi yang
menguras dan mengeksploitasi mereka sehingga melalui agamalah manusia akan
menenangkan dan mencari kedamaian untuk mengatasi permasalahan hidupnya.
Sehinga setiap manusia mendapatkan permasalahan dan hambatan dalam hidup maka
sasaran utamanya adalah kembali kepada tuhan dan agama dengan kepercayaannya
masing.
Yang dinginkan Marx adalah manusia tidak memikirkan agama sebagai suatu
mimpi tetapi lebih mementingkan keadaan materil sehinga manusia (khususnya
kelas buruh) dapat keluar dari kehdupannya yang tidak layak, tidak manusiawi,
teralienasi dan tidak ada lagi
stratifikasi sosial didalam masyarakat yang disebut dengan Negara tanpa kelas
dengan system sosialis dari yang dicita-citakannya selama ini.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, D.P. 1986. Teori Sosiologi klasik dan Modern Jilid 1. Jakarta: Gramedia
Kinloch, G.C. 2005. Perkembangan dan Paradigma Teori Sosiologi. Bandung: Pustaka Setia
Ritzer, George. 2008. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana